Cerita 1: Si Anak Baru



“Teng..Teng..Teng..Teng..”
Bel sekolah berbunyi tanda masuk sekolah dimulai. Tidak adanya yang salah memang dengan bunyi bel itu. Hanya saja, aku, -si-bodoh-yang-terlambat-masuk-di hari-pertama- mendengarnya tepat di depan gedung sekolah, gedung sekolah tetangga, dan sialnya sekolahku masih tampak mungil menandakan bahwa jaraknya masih jauh sekali. Alih-alih bergegas agar tidak terlambat, aku memilih berjalan pasrah lantaran tahu pasti akan kena semprot oleh siapapun yang menjaga pintu gerbang. Sumpah serapah yang nantinya akan menghujam tubuhku yang rapuh ini sudah membumbung tinggi di udara.

Karraaaa!!!! Darimana saja kamu. Sudah dapat jatah masuk siang, kamu masih juga kesiangan???? Ini namanya bukan kesiangan lagi tahu, tapi kesorean!” Ya memang ada benarnya juga sih, sekarang sudah pukul 2 siang, padahal jam masuk kelas siang sudah berlalu satu jam yang lalu. Hhhhhh, secara spontan aku mengerutkan dahi, memejamkan mata, dan berusaha menggeleng-gelengkan kepala sekeras mungkin agar prediksiku tadi akan lenyap. Sesaat aku melihat beberapa orang menatapku prihatin, mungkin mereka menganggapku anak SMP gila, merana dan ansos lantaran kondisiku yang saat itu tengah berjalan sendirian menyusuri jalan ke arah sekolahku seorang diri di tengah hari bolong yang panas ini. Yah, bukannya aku ansos betulan sih, malangnya teman-teman terdekatku hampir semuanya kebagian undian masuk pagi. Bodohnya, aku yang sudah mendapat masuk pagi memilih untuk menukar dengan kelas siang lantaran malas bangun pagi. Bagussssss, terimalah nasibmu ini nak, mendapat kelas siang, tanpa teman, dan sekarang terlambat di hari pertama sekolah! Aaaarrggghhhh.

Benar saja, sesampainya di depan sekolah aku sudah mendapati pintu gerbang ditutup. Astaga!!! Sesaat aku ingin meledak saja. “Sabar Kara, sabar”, sangat tidak bijaksana marah-marah di saat seperti ini. Akhirnya aku pun memutuskan memasang muka penuh harap nan menjijikkan agar Pak Saleh satpam sekolah tercintaku sudi membukakan pintu  pagar untukku. Sepertinya Pak Satpam satu ini masih saja baik seperti biasa, baru saja aku ingin membuka mulut  untuk mengeluarkan kalimat-kalimat permohonan andalan, Pak Satpam tercinta sudah duluan menganggukkan kepala tanda mengerti isyaratku dan menyuruhku untuk segera masuk walaupun dengan wajah sangat terpaksa. Yesss, level up!
***
Baru saja aku ingin ancang-ancang untuk lari secepat flash untuk meminimalisir keterlambatanku, aku justru medapati seluruh murid yang ada di sekolah baik tingkat satu, dua maupun tiga masih berhamburan keluar kelas. Sial, sekolahku belum aktif belajar, sepertinya guru-guruku juga masih enggan bertemu dengan murid-murid bengalnya yang pastinya akan berhasil menghancurkan seluruh mood para guru yang masih sangat baik lantaran baru sehabis liburan. Tetapi baguslah, kami pun sama, membayangkan mendapati diri kamu belajar penuh di hari pertama masuk sekolah dengan pelajaran berat bertubi-tubi seharian dijamin langsung memusnahkan kenangan liburan indahku yang akan berubah menjadi kemalangan. Bisa dilihat dari lantai satu hingga tiga seluruh murid seperti biasa tengah bergibah ria massal, ada pula yang asyik mejeng di balkon entah mencari angin segar atau mencari kecengan baru di awal semester. Halah, persetan dengan kecengan, yang penting taruh tas dulu dan mencari tempat strategis untuk didiami.
***
“Duh kemana sih handphone gua, kebiasaan deh mentang-mentang mungil minta banget dicari mulu! Ah, ini dia!” Setelah berhasil ngubek-ngubek tas dan menghabiskan satu menit berhargaku ternyata si mungil ada di saku bajuku, hahhh udah kecil, mungil, nyusahin pula. Oke, setelah medapatkan si mugil aku pun buru-buru melihat notes daftar kelas semester ini. “Kelas 8-8, nggak buruk-buruk bangetlah, kelas paling ujung, pencahayaan bagus, minim gossip hantu, sip, Thank God.

Akupun berjalan menyusuri koridor sembari sesekali melongok tiap kelas yang aku lewati untuk mengecek apakah teman dekatku masih ada yang tersisa di kelas siang. Oh sial. Aku mendapati wajah Dijah teman sebangkuku tahun lalu tengah mengobrol dengan teman-teman sekelasnya di kelas 8-5. Yah, trus gue duduk sama siapa…. Membayangkan berada di kelas baru tanpa teman membuatku kehilangan semangat. Aku jadi malas menengok-nengok kelas lain lantaran takut mendapati kenyataan yang lebih menyebalkan dari ini. Astaga bagaimana denga isi manusia-manusia di kelasku nanti?

Belum lenyap kekhawatiranku tadi, hal janggal mendadak aku lihat dikelas 8-7 tepat sebelah kelasku. Aneh. Segerombolan anak perempuan tengah melongokkan kepalanya ke jendela dari arah luar. Wah sepertinya ada yang menarik perhatian nih. Karena tidak bisa menahan hasrat ke-kepo-anku aku pun memutuskan untuk ikut memanjat kursi depan kelas 8-7 dan berusaha sedapat mungkin melihat ke arah dalam. Mata elangku tanpa perlu diberi aba aba langsung melayangkan pandangan ke seluruh sudut kelas dengan seksama. Ah tidak ada yang aneh, ehh tunggu! Dari arah luar aku bisa dengan jelas melihat seorang murid laki-laki yang tengah duduk di bangku barisan depan, cukup mudah untuk melihat anak ini. Harus aku akui selain karena seragamnya yang mencolok mata karena salah kostum, hari ini dia mengenakan seragam putih-putih di saat kami semua mengenakan putih-biru, kulitnya cukup putih jika dibandingan dengan murid laki-laki di sini yang kebanyakan gosong permanen, dia pun juga tidak jelek-jelek amat. Selain itu, dia memiliki wajah setengah arab, dengan rambut hitam legam yang dipotong dengan gaya mohawk ditambah dengan postur tubuh tinggi tegap yang cukup ideal. Hmmm pantas saja. Tapi saying sekali dia bukan tipeku. Tipeku kan hitam manis, tinggi, hohoho. “Ahh minggir..minggir..minggir gua mau keluar”.

Baru saja aku berhasil mengeluarkan kepalaku yang malang dari bringasnya sikut-sikut para wanita yang ternyata memiliki tenaga kuli aku mendengar suara salah satu temanku “Gimana Kar, ganteng kan? Dia anak baru loh, katanya pindahan dari pesantren”. Ternyata itu Debbo, si cewek cantik, tapi sayang sukanya gelendotan macem sipanse sama semua orang. “Ohhh anak baru, ah biasa aja, nggak ganteng tau”. Mendengar jawabanku barusan, Debbo langsung memalingkan pandangan lalu mengenduskan hidungnya yang menandakan ketidaksukaannya dengan jawabanku. Lah emang gua salah jawab. Baru saja ingin melakukan pembelaan, hawa panas menghujam punggungku yang sepertinya berasal dari gerombolan murid-murid tukang ngintip tadi. Huh, dasar fans kacangan! Lagipula apa bagusnya sih anak baru itu? Memang sih lumayan, tapi masih belum terbilang ganteng-ganteng amat ah! Sepertinya dia berasal dari kampung(?), pesantren kan biasanya ada di kampung-kampung yang ada di daerah terpencil. Akupun menghentakkan kaki meninggalkan murid-murid tukang ngintip tadi dan berjalan ke kelas baruku.

Sesampainya di kelas aku mendapati nyaris seluruh kursi yang ada sudah melekat bokong-bokong besar para murid baru. Sialan. Akupun sudah siap memerima nasib duduk di bangku depan tepat seberang meja guru yang tentunya paling tidak diminati para murid terlihat dengan kosongnya kursi tersebut. Baru saja aku ingin mendaratkan bokongku mata elangku menangkap satu kursi kosong di barisan kedua dari belakang. Tunggu dulu, sepertinya aku dengan orang yang duduk di bangku satunya. Itukan Asti! Teman paskibraku yang kerjaannya bolos melulu, tapi yang kutahu dia anak yang tidak terlalu banyak bicara dan baik. Tidak terlalu dekat sih hubunganku dengan dia, tapi…. Ah peduli amat yang penting kenal! Hahah. Dengan wajah sumringah tanpa ada rasa sungkan aku pun langsung menyerbu meja Asti, “Hai, Asti! Lo di kelas sini juga? Sebelahlo kosongkan? Gua duduk sana yaaaaa, yeayyyy nggak jadi duduk depannnn” Hahahha. Aku sengaja tidak memberi kesempatan Asti untuk menjawab untuk jaga-jaga dia akan menolak, yah siapa tahu. Asti pun dengan senyuman yang sepertinya dipasrahkan mengangguk dan setelah beberapa detik kami awkward Asti dengan sopan memulai perbincangan denganku. Aku pun dengan sennag hati menjawab walau dalamhati tertawa iblis. Asti…Asti… maaf ya Ti, sifat sabar lo yang terkenal itu kayanya mulai hari ini akan keuji terus karena lo akan duduk sama orang keras kepala ini selama satu tahunnn. Hehehehe. Congratulation!
****
Waktu kini menunjukkan pukul setengah 4 sore, nyanyian khas dari speaker kelas pun berbunyi menandakan waktu istirahat telah tiba. Yah tidak terlalu bosanlah waktuku di kelas tadi, setelah jam pelajaran pertama dan kedua tidak ada guru yang datang, jam pelajaran selanjutnya diisi dengan Pak Jamil yang mengajarkan pelajaran IPS dan untungnya dia cukup bijak untuk tidak mengawali pertemuan pertama kami dengan belajar full. Kami hanya diminta memperkenalkan diri satu persatu, dan seperti guru pada umumnya, sisanya kami dibiarkan untuk mendengarkan kisah hidupnya yang untungnya cukup menarik karena beliau mengemasnya dengan candaan yang tidak kuno. Selain itu, ternyata aku dihimpit oleh anak-anak yang tidak terlalu membosankan. Walaupun aku belum pernah mengenal kebanyakan dari mereka, tetapi sepertinya mereka orang yang memiliki selera humor yang lumayan.

Yeppp, setelah Pak Jamil mengawali keluar kelas, kami semua berhambur keluar menuju kantin, akupun menggandeng Asti untuk buru-buru keluar untuk menemui Dijah di kelasnya, untungnya Asti dan Djah saling mengenal jadi kami tidak canggung-canggung amatlah pergi ke kantin bertiga. “Imeeeeeeeelllll, yah kita nggak sekelas nih bete”.Iya Mantili tadi gua nyariin lo tapi nggak ketemu-temu gataunya lo nyangsang di kelas paling ujung”.
Kalian bingung kenapa ada sebutan mantili dan Imel di sini? Biar aku jelaskan sedikit. Imel itu sebenarnya adalah nama orang gila di dekat sekolah kami, As you now, orang gila selalu berpenampilan urakan kan? Nah sahabatku satu ini pun sku sebut Imel karena setiap dia melepas ikatan rambutnya, ia mendadak berubah menjadi seperti orang gila lantaran mendadak rambutnya mendadak jadi gimbal. Untuk Mantili sendiri merupakan nama sebuah karakter petarung wanita jaman dulu yang kata temanku kenapa aku disebut Mantili karena katanya aku memilih wajah yang sama sangarnya dan dicurigai punya ilmu silat tinggi karena gayaku yang memang seperti laki-laki. Begitulah.
***
“Eh kalian duluan ke kantin belakang aja ya gua masih mau cari cemilan dulu”
“Hahhhhhh???” Kali ini kedua sobatku yang berteriak histeris, saking kuatnya cukup berhasil membuat lima sampai delapan orang memalingkan tubuh mereka ke arah kami.
“Kenapa sih kan cuma beli makanan dikit… namanya juga istirahat”
“Gak ada yang salah emang sama beli makanan di jam istirahat gini, tapi lo kira-kira aja, tangan kanan lo udah megang sepiring nasi goreng lengkap dengan telor dadar! Dua lembar lagi! Tangan kiri juga udah ada roti ukuran jumbo sama dua aqua gelas, dan lo masih nyebut CUMA BELI MAKANAN DIKIT!”, sembur Dijah dengan mata melotot yang nyaris saja bola matanya keluar saking belonya.
Kali ini Asti juga ikut-ikut, “Iya Kar itu udah banyak, daripada waktu istirahat keburu abis gara-gara lo masih mau ngantri makanan lagi mending lo ikut kita ke kanting pojok, di sana kelihatannya belum terlalu rame, gue sama Dijah aja yang ke sana lo nunggu di bangku deket pintu keluar”.

Huh enak saja aku disuruh duduk sendirian dibangku yang panjang begitu, yang ada aku dikira penjaga toilet lagi istirahat makan siang lagi. Aku pun memutuskan untuk mengekor mereka diam-diam. Tapi sepertinya kedua sobatku itu tahu, lihat saja daritadi mereka menggosipi jumlah makananku yang tidak seberapa ini padahal jelas-jelas dibelakang mereka. Dasar!
Makanan yang ada di kantin pojok ini ternyata sangat menggoda. Mulai dari aneka gorengan, kue-kue jajanan pasar, sampai makanan-manan bentuk aneh dengan saus yang mencurigakan  tapi tetap terlihat enak. Seperti yang satu ini, aku akhirnya memutuskan untuk membeli sosis yang dibelah menyerupai bunga tapi anehnya ada di dalam sebuah bakpao. Baru saja aku ingin mengajak sobat-sobatku untuk meninggalkan kantin yang sudah semakin sesak ini, tiba-tiba terdengar suara ejekan yang tidak asik dan paling kubenci “Ehhhh ada Wawaw!!! Hallo Waw apa kabar? Lo liburan kemana aja Waw?”
Setelah aku menengok ke sumber suara tadi ternyata itu “Mboy” Si makhluk setengah wanita setengah pria tapi sebenarnya dia wanita tulen kok.
“Aggggrrrhhhh kenapa sih lo manggil-manggil gua Wawaw!”
“Ya semua orang juga lebih tau Wawaw kali daripada Kara! Lagian bagusan Wawaw kali daripada nama asli lo udah kaya merk santen!”
“Eh sialan lo…” Baru saja aku akan melayangkan satu dua jitakan ke arah kepalanya yang sepertinya agak peyang segerombolan teman-temanku waktu aku kelas 7 menyapaku secara bergantian.
“EH WAWAW!! WAHHH ADA WAWAWWW. GONG SHOWWWW WAWAWAWWAWAWAWAWAW”
Hih aku benci sekali dengan panggilan laknat itu! Akupun mengais sisa-sisa kesabaranku yang sepertinya tinggal satu dua keeping sebelum ku jitak kepala mereka satu persatu.
 Baru saja aku akan menyemprot mereka semua yang masih belum berhenti mengolok-ngolokku tiba tiba aku mendengar suara asing dari arah kanan. . . . . .

To be continued








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hotel Rasa Asrama: My Very First Capsule Hotel Experience

7 REKOMENDASI KULINER LEGENDARIS ASAL SURABAYA: NOMER 6 DAN 7 WAJIB JADI OLEH-OLEH

Surabaya Heritage Track: Tour Guide Gratis Kota Pahlawan